Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu hingga saat ini telah memberhentikan penuntutan kasus melalui keadilan restorative sebanyak 25 perkara yang tersebar di seluruh kejaksaan negeri yang ada di lingkungan Kejati Bengkulu.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu Heri Jerman di Bengkulu, Rabu, mengatakan ke 25 perkara yang dihentikan tersebut, seperti kasus pencurian, penganiayaan, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Seluruh kasus tersebut telah memenuhi syarat dihentikan melalui keadilan restoratif dan melalui hasil ekspose bersama Jampidum kejaksaan Agung RI.
"Kalau Bengkulu sudah menerapkan 25 perkara dan 6 perkara di antaranya diusulkan dalam waktu sebulan saya menjabat sebagai kepala kejaksaan tinggi Bengkulu," kata Heri.
Ia menyebutkan bahwa tidak semua perkara dapat dilakukan atau diterapkan penghentian tuntutan melalui keadilan restorative, karena ada beberapa pertimbangan.
Heri mengatakan penghentian tuntutan dapat dilakukan keadilan restorative jika perkara dianggap ringan dan disetujui oleh kedua belah pihak serta mendapat respon baik dari masyarakat.
Diketahui, pada 2021 Kejaksaan Tinggi telah mengajukan keadilan restorative pada Jampidum sebanyak 15 perkara dan disetujui. Kemudian pada 2022, sejak Januari hingga April telah ada 10 perkara yang berhasil di restorative justice atau dihentikan perkaranya oleh Kejati Bengkulu.
Kasus terbaru yang menerima keadilan restorative yaitu kasus penganiayaan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kejari Kabupaten Bengkulu Tengah serta kasus penipuan di Kejari Kabupaten Kaur.